Pada dasarnya sejarah psikologi berawal dari suatu pemikiran yang merujuk bahwa penelitian dan pemahaman terhadap seluk beluk kehidupan anak sangat bergantung pada keyakinan dan trandisional yang bersumber pada spekulasi para filosof dan teolog tentang anak dan latar belakang perkembangannya, serta pengaruh keterunan dan lingkungan terhadap kejiwaan anak. Oleh karena itu salah seorang filosof Plato mengatakan bahwa perbedaan-perbedaan individual mempunyai dasar genetis. Potensi idividu dikatakanya sudah ditentukan oleh faktor keturunan. Artinya sejak lahir anak telah memiliki bakat-bakat atau benih-benih kemampuan yang dapat dikembangan melalui pengasuhan dan pendidikan.Walaupun plato tidak dapat memberikan bukti langsung dalam menunjang spekulasinya, namun tampak jelas bahwa menurunnya anak merupakan miniatur orang dewasa. Anggapan ini tampak bahwa semua keterampilan, kemampuan, dan pengetahuan yang tampil dikemudian hari setelah dewasa merupakan bawaan sejak lahir (innate ideas), pendidikan tidak lain hanyalah upaya untuk menarik potensi ke luar, namun tidak menambahkan sesuatu yang baru. Perkembangan dianggap sebagai suatu pertumbuhan semata. Jadi anak merupakan miniatur orang dewasa mengandung arti bahwa anak berbeda secara kuantitatif dengan orang dewasa bukan secara kualitatif.
Pada abad pertengahan, masyarakat tidak memberikan status apapun kepada anak-anak, bahkan lukisan kuno proporti tubuh anak-anak sering digambarkan sama dengan proporsi tubuh orang dewasa. Anak-anak diberi pakaian model pakaian orang dewasa dalam ukuran kecil. Segera setelah anak dapat berjalan dan berbicara, mereka bergabung dengan orang dewasa sebagai anggota masyarakat, memainkan permainan dan mengerjakan tugas-tugas yang sama dengan orang dewasa.Anggapan terhadap anak sebagai miniatur orang desawa ternyata membawa implikasi penting dalam dunia pendidikan. Proses-proses yang mendasari cara berpikir dan berbuat anak dianggap sama seperti orang dewasa. Apabila anak berpikir dan melakukan perbuatan yang menyimpang dari standar orang dewasa, anak dianggap bodoh atau tolol dan apabila anak-anak melanggar norma-norma sosial dan moral, dianggap berbuat jahat dan harus diberkan hukuman seperti orang dewasa.Pada abad ke 17, seorang filosof Inggris John Locke (1632-1704) menyatakan bahwa pengalaman dan pendidikan adalah faktor yang paling menentukan dalam perkembangan anak, dia tidak mengakui adanya kemampuan bawaan (innate knowledge) Menurut Locke, isi kejiwaan anak ketika dilahirkan diibaratkan secarik kertas kosong, dimana corak dan bentuk kertas tersebut sangat ditentukan bagaimana cara kertas itu ditulisi, Locke memberi istilah Tabula Rasa (Blank Slate), mengungkapkan pentingnya pengaruh pengalaman dan lingkungan hidup terhadap perkembangan anak. Jean Jaccques Rousseau (1712-1778) filosof Perancis abad ke 18 berpandangan bahwa anak berbeda secara kualitatif dengan orang dewasa. Rousseau menolak pandangan bahwa bayi adalah makhluk pasif yang perkembangannya ditentukan oleh pengalaman, dan menolak anggapan bahwa anak merupakan orang dewasa yang tidak lengkap dan memperoleh pengetahuan melalui cara berpikir orang dewasa. Sebaliknya Rousseau beranggapan bahwa sejak lahir anak adalah makhluk aktif dan skua bereksplorasi. Oleh karena itu anak harus dibiarkan untuk memperoleh pengetahuan dengan caranya sendiri melalui interaksinya dengan lingkungan.
Rousseau dalam bukunya Emile ou L’education (1762), menolak, pandangan bahwa anak memiliki sifat bawaan yang buruk (innate bad), dia menegaskan bahwa “All thinhs are good as they come out of the hand of their creator, but everything degenates in the hand of man” artinga segala-galanya adalah baik sebagaimana ke luar dari tangan sang pencipta, segala-galanya memburuk dalam tangan manusia. Pandangan ini dikenal dengan Noble Savage, ungkapan ini mengandung arti bahwa anak ketika lahir sudah membahwa segi-segi moral (hal-hal yang baik dan buruk, benar dan salah yang dapat berkembang secara alami dengan baik), jika kemudia terdapat penyimpangan dan keburukan, hal itu dikarenakan pengaruh lingkungan dan pendidikan.
Sumber :
Desmita . 2005 . Psikologi Perkembangan . Bandung : Rosdakarya
PENGERTIAN PSIKOLOGI
Menurut asal katanya, psikologi berasal dari kata Yunani ‘psyche’ yang berarti jiwa dan ogos’ yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Namunpengertian jiwa tidak pernah ada kesepakatan dari sejak dahulu. Di antara pendapat para ahli, jiwa bisa berarti ide, karakter atau fungsi mengingat, persepsi akal atau kesadaran. Psikologi adalah ilmu yang sedang berkembang dan pada hakikatnya psikologi dapat diterapkan pada setiap bidang dan segi kehidupan. Oleh karena itu cabang cabang psikologi bertambah dengan pesat, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan aktivitas kehidupan. Cabang cabang psikologi dapat digolongkan berdasarkan kekhususan bidang studinya, baik ilmu dasar (teoritis), maupun yang bersifat terapan (praktis). Penerapan psikologi berkembang ke berbagai aspek kehidupan manusia, demikian juga titik singgung dengan ilmu ilmu lain juga semakin banyak, misalnya dengan ilmu manajemen, ilmu ekonomi, ilmu perpustakaan, ilmu sosial dan sebagainya
SUMBER : Buku Psikologi Perpustakaan Toha Nursalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar